Bandung Barat, 22 Oktober 2025 — Menyikapi pemberitaan yang beredar di media sosial dengan judul “Delapan Guru Bongkar Praktek Tak Profesional Kepala Sekolah, Hingga Gaji Ditahan dan Sentuhan Tak Etis”, Kepala Sekolah SMP PGRI Ngamprah, Tedi Cahyadiana, S.E., memberikan klarifikasi resmi kepada awak media guna meluruskan informasi yang dinilai tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.
1. Terkait Pembagian Honor Guru
Dalam keterangannya, Tedi menjelaskan bahwa sistem pemberian honor bagi guru dan pegawai di sekolah swasta, termasuk SMP PGRI Ngamprah, pada dasarnya dilakukan setiap akhir bulan atau awal bulan berikutnya.
“Sebagai contoh, untuk pelaksanaan kewajiban mengajar di bulan Januari, honorarium dibayarkan pada awal bulan Februari. Pola ini sudah menjadi praktik umum di sekolah swasta,” jelas Tedi.
Ia menambahkan bahwa potensi keterlambatan pembayaran honor bisa saja terjadi, terutama pada bulan Januari dan Juli, karena pada periode tersebut pencairan dana BOS dari Kemendikbudristek biasanya baru diterima pada minggu kedua atau ketiga bulan berjalan.
“Selama saya menjabat sebagai kepala sekolah, tidak pernah terjadi keterlambatan pembayaran honor sampai dua bulan atau lebih,” tegasnya.
Tedi juga membantah adanya kebijakan menahan gaji guru tanpa alasan yang jelas. Menurutnya, prosedur administrasi yang perlu diselesaikan oleh guru sebelum pencairan honor adalah bagian dari sistem pertanggungjawaban profesional.

“Kebijakan penyelesaian administrasi sebelum pencairan honor justru bertujuan agar ada keseimbangan antara hak dan kewajiban masing-masing guru. Ini juga untuk menumbuhkan profesionalisme dan kedisiplinan dalam bekerja,” tambahnya.
2. Terkait Dugaan Pelecehan Verbal dan Fisik
Menanggapi isu dugaan pelecehan yang muncul dalam pemberitaan, Tedi memberikan penjelasan kronologis. Kejadian dimaksud, kata dia, terjadi saat kegiatan pembelajaran Seni Teater di kelas yang saat itu ia supervisi langsung.
“Saat itu, saya melihat antusiasme siswa yang kurang. Sebagai bagian dari evaluasi pembelajaran, saya mencoba memberikan contoh teknik ice breaking agar suasana kelas menjadi lebih hidup. Salah satu caranya dengan menggunakan trik sulap sederhana menggunakan ballpoint,” terangnya.
Tedi menjelaskan bahwa dalam proses tersebut tidak ada tindakan yang bermuatan pelecehan, baik verbal maupun fisik. Semua dilakukan dalam konteks pembelajaran untuk memberi contoh kepada guru bagaimana melibatkan siswa secara aktif dan menyenangkan.
“Saya memang memegang tangan guru yang menjadi contoh dalam simulasi tersebut, namun murni untuk menunjukkan teknik pembelajaran. Tidak ada niat maupun tindakan yang bersifat tidak etis,” ujarnya.
Mengenai tuduhan ucapan tidak pantas seperti “wanita gatal” atau “bondon”, Tedi dengan tegas membantah hal tersebut.
“Saya tidak pernah mengucapkan kata-kata seperti itu. Bila ada yang merasa tersinggung, saya mohon maaf. Saya hanya berupaya memberikan pembinaan secara pribadi agar guru bisa lebih menjaga etika dan profesionalitas dalam bekerja,” tutur Tedi dengan nada menenangkan.
3. Komitmen untuk Profesionalisme dan Keharmonisan di Lingkungan Sekolah
Sebagai bentuk tanggung jawab moral kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa dan para pendidik di SMP PGRI Ngamprah, Tedi menegaskan bahwa pihak sekolah berkomitmen menjaga suasana kerja yang harmonis, profesional, dan transparan.
“Kami akan terus berupaya meningkatkan kesejahteraan guru, memperhatikan fasilitas penunjang, serta memperkuat komunikasi internal agar tidak terjadi lagi kesalahpahaman,” pungkasnya.
Tedi berharap, klarifikasi ini dapat menjadi bahan pencerahan bagi publik dan menghentikan penyebaran informasi yang belum terverifikasi kebenarannya.
Redaksi
SMP PGRI Ngamprah, Bandung Barat
Diterbitkan oleh Tim Media & Informasi Sekolah
( Tim investigasi )

































