Kutacane, Tribun1 – Sejumlah warga Desa Pardomuan 2, Dusun Lumban Aritonang, Kecamatan Babul Makmur, Kabupaten Aceh Tenggara, menggelar aksi unjuk rasa menolak kehadiran rumah timbangan (RAM) sawit yang berdiri di atas lahan yang mereka klaim sebagai tanah wakaf.
Aksi dilakukan secara damai, Senin (20/10/2025), dengan massa membawa spanduk penolakan serta melakukan longmarch menuju lokasi RAM sawit yang berada dekat area tanah wakaf.
Pantauan Tribun di lokasi, warga tampak mengenakan ikat kepala merah putih dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Mereka juga menyuarakan tuntutan menggunakan pengeras suara.
“Kami tolak keras kehadiran RAM sawit ini. Tempat ini tanah wakaf, sudah dihibahkan untuk masyarakat. Ini bukan tempat usaha, tapi lahan untuk kepentingan bersama. Kami minta aktivitas dihentikan dan lokasi diberi police line,” ujar salah satu tokoh masyarakat yang menjadi orator aksi.
Aksi ini berjalan damai dengan pengamanan dari aparat Polres Aceh Tenggara, Koramil Babul Makmur, serta Forkopimcam. Nampak hadir Kabag Ops Polres Agara AKP Irwansyah, Kasi Humas AKP J. Silalahi, Camat Babul Makmur Ismaidi, Kapolsek Babul Makmur Iptu Sukardi, serta Danposramil Pelda TNI R. Sagala.
Dalam orasi, salah satu warga bernama Simorangkir menyampaikan keresahan atas munculnya timbangan digital tersebut tanpa pemberitahuan kepada warga.
“Saya sudah 60 tahun tinggal di sini, kampung ini usianya sudah seratus tahun. Saya juga Ketua STM (Serikat Tolong Menolong), tapi tidak pernah diberi tahu soal RAM ini. Kenapa tiba-tiba berdiri di atas tanah wakaf?” kata Simorangkir di depan massa dan aparat yang hadir.
Simorangkir juga menyebut, tanah yang kini dipersoalkan memiliki sejarah panjang. Bahkan, menurutnya, dulunya tanah itu sempat ditinggal pemiliknya selama 20 tahun karena wabah penyakit, dan saat itu hanya leluhurnya yang tetap tinggal di sana.
Menanggapi unjuk rasa warga, Camat Babul Makmur, Ismaidi, S.T., menyampaikan bahwa terkait masalah lokasi RAM sawit tersebut, pihaknya akan segera menggelar mediasi.
“Demo hal biasa, hak masyarakat menyampaikan aspirasi. Tapi kita belum tahu isi laporan pelapor dan terlapor. Semua akan kita kaji dan mediasi dalam waktu dekat,” kata Camat Ismaidi kepada Tribun di lokasi demo.
Sementara itu, Kapolsek Babul Makmur Iptu Sukardi mengatakan tidak bisa serta-merta memasang garis polisi sesuai permintaan warga.
“Soal police line itu ada prosedurnya, ada aturannya. Tidak bisa sembarangan dipasang tanpa alasan hukum,” tegasnya.
Setelah mendengarkan penjelasan dari para pejabat yang hadir, massa aksi akhirnya membubarkan diri dengan tertib dan damai.
Kepala Desa Pardomuan 2, Mangantar Simare-mare, yang ditemui usai aksi, menyebut bahwa tanah wakaf yang dipersoalkan sebetulnya memiliki batas dan surat hibah yang jelas, termasuk dari marga Pandiangan.
“Yang ada suratnya itu tanah hibah marga Pandiangan dan juga lahan gereja. Selebihnya, akan kita bawa bersama dalam mediasi nanti,” ujar Kades.
Informasi yang diperoleh Tribun, mediasi dijadwalkan pada Kamis (23/10/2025). Proses ini akan melibatkan pihak kecamatan, perwakilan masyarakat, kepolisian, TNI, serta pihak pengelola RAM sawit.
Diketahui, Desa Pardomuan 2 kerap kali menghadapi persoalan sosial. Sebelumnya sempat terjadi masalah distribusi air bersih, bantuan bebek desa, hingga konflik terkait sertifikat tanah.
Kini, persoalan tanah wakaf dan pembangunan RAM sawit kembali mengusik keharmonisan warga. Pemerintah diminta turun tangan serius untuk memberikan penyelesaian yang adil dan transparan. (RED)

































